MODEL NORMALISASI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP LUAS GENANGAN BANJIR DI DKI JAKARTA



Oleh: Michael Christian Willem, Rendy Lastiono, Ahmad Munir, Indah Alsita, Fitri Dinaria 

Masalah Permodelan (Problem Formulation)
Banjir Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah permasalahan ruang (space) perkotaan yang telah berlangsung lama dan menjadi masalah hingga sekarang. Fakta banjir yang terjadi di Jakarta memiliki kecenderungan semakin meningkat luasannya dan intensitas kejadiannya. Sagala, et al. (2011) menyebutkan luas genangan (inundation area) banjir Tahun 2002 sekitar 320 km2, tahun 2007 menjadi sekitar 400 km2, dan tahun 2012 menjadi >400 km2. Hardjosoewirdjo (2008) menjelaskan pada masa Belanda memerintah Jakarta, frekuensi datangnya banjir pada kisaran 20 tahunan, berikutnya menjadi 10 tahunan, dan kini 5 tahunan. Banjir di Jakarta telah terjadi sejak masa pemerintahan Belanda dan masih terjadi hingga masa pemerintahan Indonesia.
Tabel 1.1 Luas Genangan Banjir Utama di Jakarta
No Genangan Banjir 2000 Banjir 2002 Banjir 2007 Banjir 2013
1 Luas genangan (ha) 14752 33100 45480 41500
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014
Banjir terjadi akibat aliran debit (Q) besar. Sedangkan bencana banjir terjadi jika aliran (Q) melebihi daya tampung sungai. Genangan banjir adalah luapan sungai akibat aliran melebihi daya tampung. Genangan banjir cenderung mengalami peningkatan. Luas genangan banjir adalah masalah pokok dalam mengatasi masalah banjir, selain intensitas dan tinggi genangan. Luas genangan banjir dipengaruhi oleh laju peningkatan genangan dan laju pengurangan genangan.
Pertama, laju peningkatan genangan dipengaruhi oleh: 1) Perubahan tutupan lahan, dari tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Pertumbuhan lahan terbangun sebanding dengan pertumbuhan penduduk dan rasio pertumbuhan lahan terbangun. 2) Luas genangan akibat peningkatan debit sungai. 
Perubahan tutupan lahan dari tidak terbangun menjadi terbangun terjadi sangat intensif di DKI Jakarta. Luas lahan terbangun dibatasi oleh luas daratan DKI Jakarta dan lahan terbuka hijau. Luas lahan terbuka hijau di DKI Jakarta sebesar 9.8% dari Luas DKI Jakarta, atau sekitar 6,036.8 ha. Luas total daratan di DKI Jakarta berkisar 61,600 ha. Fraksi pertumbuhan luas genangan akibat perubahan tutupan lahan (penggunaan tanah) antara tahun 1996-2002 adalah 1.6. Setiap peningkatan penggunaan tanah ke lahan terbangun sebesar 1%, akan meningkatkan luasan banjir atau genangan sebesar 1,6%. 
Laju peningkatan genangan di DKI Jakarta juga disebabkan oleh peningkatan debit 13 sungai yang mengalir di DKI Jakarta. Debit sungai di DKI Jakarta sangat dipengaruhi oleh perubahan koefisien debit di DKI Jakarta. Diperkirakan luas genangan yang dapat terjadi akibat debit sungai di DKI Jakarta seluas 56,160 ha. Rata-rata perubahan koefisien debit (aliran permukaan) di DKI Jakarta sebesar 0.014 per tahun antara tahun 2002-2007. Sehingga luas genangan akibat debit sungai meningkat sebesar 1,160.43 ha/tahun. 
Tabel 1.2. Debit Periode Ulang di DKI Jakarta
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Debit (m3/s) 93 190 82 250 83
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Debit (m3/s) 91 101 81 119 165
Sumber: Debit Periode Ulang, 2013

Debit periode ulang menjadi acuan dalam penentuan luas genangan banjir. Luas genangan banjir sebanding dengan debit periode ulang. Debit periode ulang pada tahun 2007 adalah 250 m3/detik. Peningkatan Koefisien Debit sebagai berikut:
Tabel 1.3. Peningkatan Koefisien Debit Sungai di Hulu DKI Jakarta
Tahun 2002 2007 2012
Koefisien Debit (Q) 0.58 0.66 0.72
Sumber: Prasasti et al., 2014
Pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan rumah semakin meningkat, sehingga mengurangi lahan terbuka dan menyebabkan air hujan yang seharusnya masuk ke dalam tanah akan menjadi aliran limpasan (run off). Hal tersebut berdampak pada peningkatan koefisien debit akibat banjir di DKI Jakarta. Rata-rata peningkatan koefisien debit sungai adalah 0.01 pada periode waktu 2002-2012. 
Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2000 adalah 7,578,701 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sekitar 1.41% per tahun. Rata-rata pertambahan penduduk sekitar 154,152 jiwa/tahun. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan jumlah lahan terbangun, dengan rasio pertumbuhan lahan terbangun adalah 0.09 ha/jiwa. Dalam tiap tahun terjadi Konversi lahan sebesar 14,233.71 ha/tahun. Namun demikian, konversi lahan dari tidak terbangun menjadi terbangun dibatasi oleh Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ditetapkan oleh Gubernur dengan luasan sekitar 6,160 ha atau sekitar 9,8% pada saat ditetapkan. Bahkan ruang terbuka hijau direncakan terus ditingkatkan luasannya. Sehingga lahan terbangun di DKI Jakarta dibatasi oleh luas total wilayah DKI Jakarta yaitu 616 km2 dan luas RTH yang aktual di DKI Jakarta.
Tabel 1.4. Jumlah Penduduk
No Tahun Jumlah penduduk (jiwa)
1 2002 7461472
2 2003 7456931
3 2004 7471866
4 2005 7495180
5 2006 7505505
6 2007 7554461
7 2008 7616838
8 2009 8523157
9 2010 8524152
10 2011 10187595
11 2012 9761407
12 2013 9988329
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2014
Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan peningkatan luas lahan terbangun. Luas lahan terbangun meningkatkan luasan genangan banjir. Menurut Semedi (2002), perkembangan wilayah terbangun pada wilayah banjir dan genangan air berkembang pula, yakni pada periode 1996 sampai 2002, setiap peningkatan 1% pertahun wilayah terbangun, mengakibatkan wilayah banjir meningkat kurang lebih 1,6%. 
Tabel 1.5. Perubahan Penggunaan Tanah Tahun Periode 1996-2002 
No Penggunaan Tanah Luas (ha)
1996 2002
1 Jasa Perdagangan 1089.71 8041.22
2 Industri 2713.96 4597.05
3 Perumahan 39369.23 37677.41
  Jumlah 43172.90 50315.68
Sumber: Semedi, J.M., et al. 2002
Wilayah yang tidak terkena banjir adalah wilayah dengan dengan luasan lebih dari 25 m dpl (Semedi, et al. 2002). Akibat, perubahan tutupan lahan di semua DAS yang masuk ke DKI Jakarta, maka terjadi peningkatan laju debit. Wilayah yang tidak termasuk dalam wilayah rentan sangat kecil berpeluang mengalami kejadian banjir. Luas wilayah diatas ketinggan 25 m dpl berkisar 75% dari total wilayah DKI Jakarta.
Namun demikian, genangan banjir juga mengalami penurunan akibat normalisasi dan sistem polder, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem polder mampu mengurangi luasan banjir berdasarkan pada volume retensi dan volume detensi. Volume retensi berkisar 1,641,750 m3/tahun dan volume detensi berkisar 414,700 m3/tahun. Debit maksimal yang tercatat dari tahun 2000-2014 sebesar 250 m3/detik pada 13 sungai di DKI Jakarta. Rata-rata banjir di DKI Jakarta berlangsung selama 4 hari per tahun. Tinggi rata-rata genangan Banjir di DKI Jakarta berkisar 1 m. 
Laju pengurangan genangan juga dipengaruhi oleh faktor pelaksanaan normalisasi. Kemampuan normalisasi adalah proyek normalisasi dibagi dengan peningkatan daya tampung sungai dikali jumlah pengurangan genangan. Proyek normalisasi yang berjalan selama periode banjir 2002-2013, rata-rata mampu meningkatkan daya tampung pintu air dan kanal banjir sebesar 205 m3/detik.  Rata-rata luas genangan yang dapat diturunkan oleh 595 m3/detik adalah 4000 ha. Sedangkan daya tampung sungai meningkat sebesar 85 m3/detik. Fraksi penurunan genangan oleh normalisasi sebesar 0.2 per tahun. 
Laju peningkatan genangan dan pengurangan genangan dapat berlaku seimbang. Namun target dari penanggulangan banjir adalah meningkatkan laju pengurangan genangan agar lebih besar dibandingkan dengan laju peningkatan genangan. Faktor lain yang berpotensi meningkatkan meningkatkan luas genangan banjir adalah wilayah bahaya banjir dan luas banjir rob. 





Tabel 1.6.  Klasifikasi Bahaya Banjir dan Luas Banjir Rob di DKI Jakarta
No Klasifikasi Luas (km2) Persentase (%)
1 Sangat tinggi 3.93 2.83
2 Tinggi 5.87 4.22
3 Sedang 42.85 30.18
4 Rendah 61.73 44.40
5 Sangat rendah 24.25 17.44
Sumber: Suprihardjo, R. D. dan Rangga. C., 2013
Jika dipandang dari sudut lingkungan, maka banjir menjadi faktor penyebab terjadinya berbagai kerugian, baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Pada aspek ekonomi dan sosial, intervensi terhadap penduduk dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat banjir, maupun jumlah korban jiwa. Namun pada aspek lingkungan (fisik wilayah), banjir harus dikendalikan untuk mengurangi luas area dan genangan banjir. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian yang sistematis, untuk mengetahui pola atau perilaku genangan banjir di DKI Jakarta. 
Luas genangan banjir dipengaruhi oleh laju peningkatan genangan dan laju pengurangan genangan. Makalah ini memuat beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam pemodelan antara lain:
Luas genangan adalah luas area tergenang oleh banjir baik luapan sungai ataupun genangan akibat topografis wilayah yang datar dan rendah, terutama pada waktu curah hujan tinggi. 
Luas genangan maksimum adalah luas genangan yang dapat terjadi di wilayah DKI Jakarta, kecuali pada wilayah dengan ketinggian > 25 mdpl. Wilayah tersebut diasumsikan tidak tergenang banjir secara alami.
Curah hujan (CH) sebagai faktor penentu kejadian banjir, tidak dimasukkan dalam model, karena perilaku CH yang cenderung dinamis dan tidak dapat dikendalikan. 
Masalah Permodelan
Berdasarkan story di bagian masalah permodelan, diketahui bahwa terjadi kecenderungan peningkatan luas genangan banjir pada periode 2002-2013 di DKI Jakarta, padahal upaya penanggulangan banjir (normalisasi dan sistem polder) telah banyak dilakukan, khususnya hingga tahun 2011. Masalahnya adalah belum diketahui besar pengaruh upaya penanggulangan seperti normalisasi terhadap luas genangan banjir di DKI Jakarta dan trend luasan banjir pada masa mendatang, khususnya setelah Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur selesai dibangun dan beroperasi untuk mengurangi masalah banjir.
Oleh karena itu, dirumuskan suatu masalah penelitian kaitanya dengan genanangan banjir di DKI Jakarta sebagai berikut: 
Bagaimana perilaku (trend) historis genangan banjir di DKI Jakarta pada periode banjir yang telah berlalu (periode 2002-2013)?
Bagaimana prediksi (projected) luas genangan banjir di DKI Jakarta sampai dengan Tahun 2030, setelah dilakukan normalisasi dan sistem polder di DKI Jakarta?
Tujuan Permodelan
Secara umum,  tujuan dibuatnya permodelan normalisasi dan perubahan tutupan lahan terhadap luas genangan banjir di DKI Jakarta adalah untuk mengetahui trend peningkatan atau pengurangan luas genangan dalam periode tertentu. Secara khusus, tujuan permodelan ini adalah: 
Mengetahui perilaku (trend) historis genangan banjir di DKI Jakarta pada periode banjir yang telah berlalu (periode 2002-2013).
Memprediksi (projected) luas genangan banjir hingga tahun 2030, setelah dilakukan normalisasi dan sistem polder di DKI Jakarta
Diagram Simpal Kausal
Berdasarkan masalah dan skenario awal permodelan, data yang digunakan untuk melakukan pemodelan dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Definisi Oprasional Variabel
No Variabel Definisi
1 Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk bersih yang didapat dari jumlah kematian dan kelahiran serta migrasi yang ada (terjadi) di DKI Jakarta.
2 Penduduk Keseluruhan orang yang menetap di wilayah DKI Jakarta.
3 Pertumbuhan Lahan Terbangun Laju peningkatan area terbangun (ha/tahun) di DKI Jakarta.
4 Luas Lahan Terbuka
5 Luas Daratan Jakarta Besaran keseluruhan area wilayah DKI Jakarta (BPS Kota Jakarta, 2013).
6 Rasio Potensi Genangan Maksimal Wilayah rawan banjir (yang merata) di DKI Jakarta pada ketinggian < 10 m, baik itu di bantaran sungai maupun di daerah sekitarnya. Akan tetapi pada ketinggian 11-25 m hanya terdapat di bantaran sungai. Sedangkan wilayah yang tidak terjadi banjir adalah wilayah dengan ketinggian > 25 m (Semedi, 2012).
7 Laju Peningkatan Genangan Kecepatan jumlah peningkatan air di area tertentu yang berhenti mengalir di tempat-tempat yang bukan merupakan badan air di DKI Jakarta.
8 Penambahan Genangan Akibat Debit Jumlah volume air per satuan waktu yang berhenti di daerah-daerah yang merupakan badan air di DKI Jakarta.
9 Luas Genangan Banjir Besaran area dari sekumpulan air yang berhenti mengalir di tempat-tempat yang bukan merupakan badan air di DKI Jakarta.
10 Kemampuan Normalisasi Terhadap Penurunan Genangan Kemampuan pelebaran sungai untuk menurunkan jumlah debit air yang meluap dari sungai.
11 Kemampuan Normalisasi Dalam hal ini normalisasi sungai adalah tindakan mengembalikan lebar sungai kepada keadaan terdahulu. Adapun menurut Team Mirah Sakethi (2010), normalisasi sungai adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menciptakan (mengubah) kondisi sungai dengan lebar dan kedalaman tertentu sehingga sungai tersebut mampu mengalirkan air sampai pada tingkat tertentu sehingga tidak terjadi luapan dari sungai tersebut. (Team Mirah Sakethi, 2010)
12 Polder Sistem pemopompa air yang mengenangi daerah yang rendah dan mengeringkan daerah rendah ini dari genangan air (Team Mirah Sakethi, 2010).
13 Laju Pengurangan Genangan Kemampuan memperkecil besaran area dari sekumpulan air yang berhenti mengalir di tempat-tempat yang bukan merupakan badan air di DKI Jakarta.

Berdasarkan data variabel, maka diagram simpal kausal yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 4.1. 
 
Gambar 4.1 Causal Loop Diagram (CLD) Pengurangan Luas Genangan

Dalam menjelaskan hubungan antar variabl dalam sub bab latar belakang maka kami mencoba menjelaskan hubungan tersebut dengan membuat suatu model luasan genangan banjir berupa struktur hubungan yang digambarkan dalam Causal Loop Diagram (CLD) (Lihat Gambar 4.1). Adapun dari Causal Loop Diagram yang terbentuk terdapat tiga buah Loop yaitu:
Loop R1: jika tingkat pertumbuhan penduduk tinggi, maka jumlah penduduk akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika jumlah penduduk meningkat maka tingkat pertumbuhan penduduk juga akan meningkat (Tingkat Pertumbuhan Penduduk  Penduduk  Tingkat Pertumbuhan Penduduk). 
Loop B2: Adapun jika luas genangan banjir meningkat yang disebabkan oleh laju peningkaatan genangan yang tinggi, maka laju pengurangan genangan air juga akan naik, jika laju peningkatan genangan air naik maka luas genangan juga meningkat, jika luas genangan meningkat maka usaha normalisasi sungai meningkat, jika luas normalisasi sungai meningkat maka daya tampung sungai akan meningkat, dan jika daya tampung sungai meningkat maka laju debit sungai akan menurun (Luas Genangan Banjir  Kemampuan Normalisasi  Kemampuan Normalisasi Terhadap Penurunan Genangan  Laju Pengurangan Genangan  Luas Genangan Banjir.
 
Diagram Alir
Melalui Causal Loop Diagram (CLD) yang telah terbentuk, dengan demikaian terciptalah diagam alir model luasan genangan banjir yang disajikan pada Gambar 6.1. 
Gambar 6.1 Diagram Alir Model Luasan Genangan Banjir 
Berdasakan diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 5.1, maka, persamaan powersim yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 6.1
Tabel 6.1 Persamaan Powersim
No NamaVariabel Unit Persamaan Powersim
1. Stock Penduduk jiwa 7.461.472
2. Stock Luas genangan akibat debit sungai ha 56.160
3. StockLuasGenanganBanjir ha 33.100
4. Flowpenambahangenanganakibat debit ha/tahun 'FraksiPenambahan Debit Sungai'*'LuasGenanganakibat Debit Sungai'
5. Flow pertumbuhanpenduduk Jiwa/tahun 'lajupertumbuhanpenduduk'*Penduduk
6. Flow lajupeningkatangenangan ha/tahun 'rasioPerluasanGenangan'*('DiskrepansiLuasBanjir'/'LuasGenanganBanjir'*'DiskrepansiLuasBanjir')+'PenambahanGenanganAkibat Debit'
7. Flow lajupengurangangenangan ha/tahun Polder+'PelaksanaanNormalisasi'
8. Auxpertumbuhanlahanterbangun ha/tahun 'RasioPertumbuhanlahanterbangun'*pertumbuhan_penduduk
9. Auxrasiolahanterbangun 1/tahun 'Pertumbuhsnlahanterbangun'/('luasdaratan Jakarta'-'LuasLahan Terbuka')
10. Auxrasioperluasangenangan 1/tahun ('Pertumbuhsnlahanterbangun'*'FraksiPertumbuhanLuasGenangan')/'luasdaratan Jakarta'-'rasioLahan_Terbangun'
11. Aux genanganmaksimal ha 'rasiopotensigenanganmaksimal'*'luasdaratan Jakarta'
12. Aux diskrepansiluasbanjir ha 'GenanganMaksimal'-'LuasGenanganBanjir'-'Luas Rata-rata Banjir Rob per tahun'
13. Aux polder ha (('Volume Retensi'-'Volume Detensi')/'Tinggi Rata-rata Genangan')*'konversike ha'
14. Aux kemampuannormalisasiterhadappenurunangeangan ha/tahun 'FraksiPenurunanNormalisasi'*'kemampuannormalisasi'
15. Aux kemampuannormalisasi ha 'LuasGenanganBanjir'-('peningkatankemampuanbanjirkanal'/'kenaikan output run off sungai'*'PenguranganGenangan')
16. PelaksanaanNormalisasi ha/tahun STEP('kemampuannormalisasiterhadappenurunan genangan',STARTTIME+9<<tahun>>)
17. Constant fraksipenambahan debit sungai 1/tahun 0,014
18. Constantlajupertumbuhanpenduduk 1/tahun 0,0141
19. Constantrasiopertumbuhanlahanterbangun ha/jiwa 0,09
20. Constantluaslahanterbuka ha 6036,8
21. Constantluasdaratan Jakarta ha 61600
22. Constantfraksipertumbuhanluasgenangan ha 1,6
23. Constantrasiopotensigenaganmaksimal 0,75
24. Constantluas rata-rata banjir rob per tahun ha 2.425
25. Constantkonversike ha (ha/(m*m))/tahun 0,0001
26. Constantvolume retensi (m*m*m)/tahun 1.641.750
27. Constantvolume detensi (m*m*m)/tahun 414.700
28. Constanttinggi rata-rata m/tahun 1
29. Constantfraksipenurunannormalasisi 1/tahun 0,2
30. Constantkenaikan output run offsungai m*m*m/detik 85
31. Constantpeningkatankemampuanbanjirkanal m*m*m/detik 595

32. Constant pengurangangenangan ha 3980

Asumsi Model
Dalam pemodelan ini, digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
Ketinggian genangan banjir di Jakarta diasumsikan sama yaitu setinggi 1 m, berdasarkan rata-rata banjir tahun 2013.
Debit 13 sungai yang mengalir di Jakarta dianggap sama yaitu sebesar rata-ratanya
Tidak terjadi penambahan kapasitas polder
Normalisasi hanya dilakukan pada tahun 2011, pada Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur.
Luas genangan adalah luas area tergenang oleh banjir baik luapan sungai ataupun genangan akibat topografis wilayah yang datar dan rendah, terutama pada waktu curah hujan tinggi. 
Luas genangan maksimum adalah luas genangan yang dapat terjadi di wilayah DKI Jakarta, kecuali pada wilayah dengan ketinggian > 25 mdpl. Wilayah tersebut diasumsikan tidak tergenang banjir secara alami.
Curah hujan (CH) sebagai faktor penentu kejadian banjir, tidak dimasukkan dalam model, karena perilaku CH yang cenderung dinamis dan tidak dapat dikendalikan. 

Hasil Simulasi 

 
Gambar8.1. Grafik perilaku genangan banjir
Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah dapat memberikan kontribusi bagi lingkungan, salah satunya adalah pertumbuhan lahan terbangun karena kebutuhan akan tempat tinggal. Pertumbuhan lahan terbangun akan dapat mempengaruhi rasio perluasan genangan, karena dengan terjadinya peningkatan lahan terbangun akan menyebabkan semakin berkurangnya daerah resapan sehingga meningkatkan rasio perluasan genangan. Laju peningkatan genangan akan meningkat dengan adanya peningkatan rasio perluasan genangan. Laju peningkatan genangan akan mempengaruhi luas genangan banjir, jika terjadi peningkatan dari laju peningkatan genangan maka luas genangan banjir juga akan meningkat. Berdasarkan Gamber 7.1 luas genangan banjir yang dimodelkan melalui System Dynamics dari tahun 2002 hingga tahun 2011 luas genangan banjir terjadi peningkatan yang bersifat exponential growth. Tetapi pada tahun 2012 dan 2013 terjadi penurunan luas genangan banjir karena pada tahun 2012 dilakukan kegiatan laju pengurangan genangan dengan cara pelaksanaan normalisasi. Pelaksanaan normalisasi memiliki sifat balancing, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan luas genangan banjir karena akan meningkatkan kapasitas sungai.

Validasi Model
Validasi model dilakukan untuk melihat perilaku dari model itu sendiri terhadap keadaan nyata. Validasi model SFD yang sudah dibuat menggunakan metode Absolute Mean Error (AME). Adapun rumus AME adalah sebagai berikut:
AME=((Xs-Xa))/Xa x100% ……………………………………..(9.1)
Keterangan:
AME : Nilai validasi
Xs : Nilai data simulasi 
Xa : Nilai data aktual
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Rumus 8.1, maka hasil validasi yang didapat dari nilai aktual dengan simulasi dapat dilihat pada Tabel 8.1 Jika nilai AME yang didapat ada dibawah 30%, maka data tersebut dapat dikatakan valid. Berdasrkan Tabel 8.1, dapat dilihat bahwa nilai AME sebesar 0,10%. Angka tersebut berada dibawah 30% yang berarti model dapat dikatakan valid.







Tabel 9.1 Validasi Data Luas Genangan Banjir
Tahun Luas Genangan Simulasi (ha) Luas Genangan Referensi (ha)
2002 33.100,00 33.100,00
2003 34.023,55 35.576,00
2004 34.912,16 38.052,00
2005 35.772,62 40.528,00
2006 36.610,64 43.004,00
2007 37.431,13 45.480,00
2008 38.238,35 44.817,00
2009 39.036,14 44.153,00
2010 39.827,96 43.888,00
2011 40.617,04 42.827,00
2012 38.883,00 42.296,00
2013 37.540,68 41.500,00
rata-rata 37.166,11 41.268,42
AME
0,10%


Analisis Simulasi Bussiness as Usual (BAU)
Berdasarkan simulasi yang sudah dianggap valid, dilakukan analisis model dalam keadaan business as usual dalam rentang waktu tahun 2002 hingga 2030. Grafik simulasi BAU dapat dilihat pada Gambar 10.1.
 
Gambar 10.1: Grafik Perilaku Genangan Banjir Tahun 2002-2030
Berdasarkan Gambar 9.1, dapat dilihat bahwa luas genangan banjir terjadi mengalami dari tahun 2002 sampai 2011. Pada tahun 2002 luas genangan banjir adalah 33.100 ha dan makin meningkat seiring dengan adanya peningkatan penduduk, yang menyebabkan luas genangan meningkat hingga 40.617,04 ha pada tahun 2011. Pada tahun 2011 dilakukan pelaksanaan normalisasi, sehingga sejak tahun 2012 terjadi laju pengurangan genangan banjir. Laju pengurangan genangan banjir terjadi karena kegiatan pelaksanaan normalisasi, tetapi laju pengurangan banjir hanya dapat berhasil hingga tahun 2023 dengan luas genangan banjir yang terjadi adalah 33.913,94 ha. Laju pengurangan banjir dengan pelaksanaan normalisasi mulai tahun 2014 sudah tidak dapat mengantisipasi adanya pertumbuhan penduduk yang akan menyebabkan pertambahan laju peningkatan genangan karena perubahan lahan terbangun. Sehingga luas genangan banjir semakin meluas hingga tahun 2030 yang mencapai 34.211,57 ha.

Kesimpulan
Berdasarkan simulasi melalui model Normalisasi Dan Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Luas Genangan Banjir di Jakarta, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
Luas genangan banjir yang terjadi di Jakarta terus mengalami peningkatan, dan dapat dikurangi dengan melakukan normalisasi dan sistem polder, namun usaha normalisasi saja tidak cukup, karena laju pertumbuhan penduduk dan peingkatan lahan terbangun terus terjadi. Perilaku genangan banjir adalah eksponensial growth sebelum ada pelaksanaan normalisasi, tetapi setelah ada normalisasi terjadi penurunan(decay). Tetapi penurunan hanya bertahan sementara sampai dengan tahun 2023,setelah itu kembali mengalami pertumbuhan
Pada tahun 2030 luas genangan banjir diperkirakan seluas 34.211,57 ha.













 
DAFTAR  PUSTAKA
.
Anonim. (2012) Arah Spasial Teknologi Drainase Untuk Mereduksi Genangan di Sub Daerah Aliran Sungai Watu Bagian Hilir. Jurnal Teknik Pengairan, Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm 258–276
Hardjosoewirjo, S. (2010). Menuju Jakarta 2020. Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia.
Prasasti, I., Sofan, P., Febrianti, N., Suprapto, T. (2014). Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan Lahan Terhadap Distribusi Spasial Daerah Bahaya Banjir di DKI Jakarta dan Koefisien Aliran Permukaan. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Prawiranegara, M. (2014). Spasial Multi-Criteria Analysis (SMCA) for Basin-Wide Flood Risk Assasment As A Tool In Improving Spatial Planning.
Semedi M. J. et al. (2012) Model Prediksi Risiko Banjir Wilayah Perkotaan. Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia
Tambunan, Mangapul. (2007). Flooding Area in the Jakarta Province on February 2 to 4 2007. Department of Geography, University of Indonesia, ACRS.
Tim Mirah Sakethi. (2010) Mengapa Jakarta Banjir?: Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Diterbitkan pertama kali oleh PT Mirah Sakethi, Jakarta.
Sagala, S., Lassa, J., Yasaditama, H., Hudalah, D. (2013). The Evolution of Risk and Vulnerability in Greater Jakarta: Cpntesting Government Policy in Dealing with a Megacity’s Exposure to Flooding. An Academic Response to Jakarta Floods in January 2013. IRGSC Working Paper
Suprihardjo, R. D. dan Rangga. C., 2013. Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara. Jurnal Teknik POMITS Vol. 2, No. 1 (C-25)
Pemetaan Bahaya Banjir Jakarta. Paparan 
Hardjosoewirdjo, S. (2010). Menuju Jakarta 2020. Jakarta: PT. Wahanan Semesta Intermedia

Posting Komentar

0 Komentar