STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH URBAN

(Studi Keberlanjutan Lingkungan Bantaran Sungai di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Oleh: Ahmad Munir, 1306501210


1.1. Latar Belakang

Pokok masalah dari strategi pengelolaan kualitas lingkungan untuk pengembangan wilayah urban, khususnya studi keberlanjutan lingkungan bantaran sungai di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah dengan mengoptimal distribusi kegiatan dalam ruang (penataan ruang) menjadi alternatif penting dalam mengelola bantaran sungai dan sempadan sungai di DKI Jakarta. Beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan pada ekosistem bantaran sungai adalah faktor manusia dan faktor alam. Faktor manusia lebih banyak didorong penduduk yang lebih mementingkan kepentingan ekonomi dibanding kepentingan sosial dan kepentingan lingkungan. Lahan sekitar bantaran sering dijadikan area pemukiman, baik oleh pengembangan kawasan perumahan ataupun pemukiman ilegal bagi warga pendatang. 

Ekosistem bantaran sungai juga berfungsi sebagai hutan alami dengan tingkat keanekaragaman yang cukup tinggi dan sangat dipengaruhi kondisi fisik sungai. Sedangkan sistem kota adalah ekosistem urban yang didominasi dengan lingkungan non-alami, baik berupa bangunan atau jenis tutupan lainnya, yang tidak ramah lingkungan. Di DKI Jakarta tutupan lahan berupa ruang terbuka hijau hanya berkisar 9,8% dari total luas lahan sebesar 616 km2. Harga lahan juga meningkat tajam di perkotaan yang menyebabkan penduduk mengokupasi lahan sempadan sungai. 

Untuk menjaga fungsi dan peranan bantaran sungai dan sempadan sungai sebagai ekosistem hutan lainnya, perlu intervensi dari pemerintah, utamanya intervensi dalam bentuk peraturan dapat bersifat mengikat, sehingga pelaksanaannya mendapat ketegasan. Adapun faktor penduduk menjadi aspek yang sangat penting, sehingga perlu dikaji peran pelaku di dalam komponen penduduk.

 

1.2. Karakteristik Para Pelaku (Stakeholder)

Instrumen (alat) pengendali ruang berupa Rencana Penataan Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2030 harus diterapkan sebagai  produk kebijakan ruang. Untuk mencapai optimasi tutupan lahan (landcover) dan penggunaan tanah (landuse) sesuai dengan yang direncanakan tidak mudah. Alasan mendasarnya adalah kepemilikan lahan (tanah) bersifat individu, sehingga kuasa pemanfaatannya bersifat individu, sementara RTRW bersifat kebijakan. Oleh karena itu, penduduk menjadi faktor kunci untuk keberhasilan penataan ruang di bantaran sungai/ sempadan sungai. Faktanya kerusakan bantaran sungai atau sempadan sungai, lebih banyak diakibatkan okupasi lahan oleh penduduk, bahkan hampir mendekati 75% lahan di hilir Sungai Ciliwung di Intervensi penduduk. Oleh karena itu, beberapa kriteria penduduk tersebut dapat kita analisis sebagai berikut: 

Tabel 1: Karakteristik Para Pelaku (Stakeholders) dalam Penataan Ruang di Bantaran Sungai/ Sempadan sungai

Pelaku Kekuatan organisasi Kekuatan modal Kelengkapan informasi/pengetahuan Motivasi Konsistensi Kecepatan tindak - respons Jumlah

Pemerintah 5 5 5 4 3 3 25

Dunia Usaha 4 5 4 4 2 3 22

Organisasi Masyarakat 4 3 3 3 3 4 20

Individual 5 2 2 3 2 3 17

Total 18 15 14 14 10 13 84


Keterangan: 1=Sangat rendah, 2=Rendah, 3=Sedang, 4=Tinggi, 5=Sangat tinggi 

1.2.1. Pemerintah

Total skor dari pemerintah adalah 25 point. Skor ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan skor pada pelaku yang lain.

a. Kelebihan-kelebihan: Pemerintah adalah kriteria pelaku strategi  pengelolaan kualitas lingkungan di bantaran sungai dengan mengoptimal distribusi kegiatan dalam ruang (penataan ruang) yang paling dominan. Pemerintah memiliki otoritas dan kewenangan dan dijamin peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, kriteria kekuatan organisasi, kekuatan modal, kelengkapan informasi/pengetahuan di dalam institusi pemerintah sangat baik, jika diperankan secara optimal, pemerintah menjadi faktor kunci (leverage) bagi keberhasilan penataan ruang kawasan bantaran sungai dan sempadan sungai menjadi zona lindung. Beberapa kewenangan tersebut menyebabkan pemerintah memiliki kekuatan organisasi yang sangat baik, kekuatan modal yang dianggarkan oleh negara, dan kelengkapan informasi/pengetahuan. Kewenangan ini dimiliki penuh oleh negara dan tidak dimiliki pelaku lain, dikarenakan pelaku tidak diberi kewenangan secara spesifik oleh negara.

b. Kekurangan-kekurangan: Konsistensi pemerintah dalam menata kawasan bantaran sungai/sempadan sungai sebagai zona lindung atau ruang terbuka hijau bidang tergantung pada anggaran, sehingga ketiadaan anggaran memperlemah konsistensi pemerintah. Demikian pula respon pemerintah tidak responsif dalam isu keruangan. Terjadi kecenderungan pembiaran, selama 30 tahun terahir sehingga bantaran sungai dipenuhi pemukiman penduduk.


1.2.2. Dunia Usaha

Total skor dari pemerintah adalah 22 point. Skor ini diatas pelaku individu namun rendah dibanding pelaku lain. 

a. Kelebihan-kelebihan: Organisasi masyarakat selalu menyuarakan moral, atau kebaikan jadi isu yang diangkat juga relevan dengan kebijakan pemerintah. Ormas memiliki kekuatan organisasi hingga ke desa-desa, juga termasuk desa/kelurahan dibantaran sungai. Optimasi lingkungan bisa dilakukan melalui struktur organisasi masyarakat. Kecepatan tindak respon juga tinggi menyangkut masalah lingkungan.

b. Kekurangan-kekurangan: Dunia usaha tidak akan cepat merespon, karena pertimbangan untung-rugi dalam bidang penataan ruang sangat besar. Dunia usaha memiliki potensi merusakan tatanan bantaran sungai, dengan makin banyaknya pemukiman mewah yang tumbuh di sekitar bantaran dan sempadan sungai. Konsistensi dunia usaha dalam mendukung bantaran sungai menjadi zona lindung tergolong rendah. Dunia usaha sering tergiur dengan keuntungan yang besar jika mengembangkan perumahan mewah di sekitar bantaran karena biaya lahan menjadi rendah.  Respon untuk tidak membangun kawasan bantaran sungai dan sempadan sungai juga biasa, mereka sebagian masih tetap membangun di bantaran sungai dan sempadan sungai.


1.2.3. Organisasi Masyarakat

Total skor dari pemerintah adalah 20 point. Skor ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan skor pada pelaku yang lain. Penjelasan dari perolehan skor ini diantaranya: 

a. Kelebihan-kelebihan: Pemerintah adalah kriteria pelaku dalam pelaksanaan strategi strategi pengelolaan kualitas lingkungan yang tepat di bantaran sungai adalah dengan mengoptimal distribusi kegiatan dalam ruang (penataan ruang). Pemerintah pada dasarnya memiliki otoritas dan kewenangan yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan. 

b. Kekurangan-kekurangan: kekuatan modal, kelengkapan informasi/pengetahuan, motivasi, konsistensi cenderung stagnan. Jika tidak menjadi isu sentral organisasi masyarakat cenderung bersikap datar dan tidak melalukan inovasi apapun. Ini menjadi kelemahan ormas, yang mana konsistensi dalam mengawal isu lingkungan, termasuk penataan bantaran sungai tidak cukup relevan diangkat, bahkan menjadi isu sensitiv, sehingga organisasi masyarakat cenderung pasif. Hanya merespon pada waktu tertentu, tidak berlanjut dan konsisten.


1.2.4. Individual

Total skor dari pemerintah adalah 17 point. Hal ini berarti peranan individu dalam kontek menata bantaran sungai menjadi zona lindung adalah yang terkecil. Bahkan individu menjadi tantangan terbesar dalam menata ruang bantaran. 

a. Kelebihan-kelebihan: Individu memiliki kekuatan organisasi dalam paguyuban warga dan sangat kuat dalam upaya menolak kegiatan relokasi dan penggusuran. Organisasi dari kumpulan individu ini juga memiliki otoritas lokal, yang bersentuhan dengan berbagai kepentingan baik pemerintah maupun dunia usaha. Individu menjadi kelompok yang sangat sensitiv berkaitan dengan penataan ruang. Individu juga pemegang hak kuasa atas tanah yang ditempatinya, sehingga mereka memiliki kekuatan hukum dalam hal kepemilikan tanah.

b. Kekurangan-kekurangan: Individu yang tinggal dibataran sungai memiliki konsistensi yang rendah dalam upaya penataan ruang. Dalam permasalahan bantaran sungai, individu menjadi penyumbang terbesar permasalahan bantaran sungai dan sempadan sungai menjadi zona lindung. Individu banyak mengokupasi bantaran sungai menjadi zona pemukiman, bahkan sebagian berupa pemukiman liar. kekuatan modal, kelengkapan informasi/pengetahuan juga rendah menyebabkan individu tidak mudah menerima kebijakan pemerintah dalam hal penataan bantaran sungai menjadi kawasan lindung dan zona peyangga air.


1.3. Strategi Penyelesaian

strategi pengelolaan kualitas lingkungan untuk pengembangan wilayah urban adalah dengan mengoptimal distribusi kegiatan dalam ruang (penataan ruang) dan dominan dilakukan pemerintah sebagai pelaku utama. Berdasarkan pada analisa kriteria pelaku, dihasilkan nilai pelaku paling dominan dalam penataan ruang adalah pemerintah, sedang pelaku terlemah adalah individu. Namun demikian, skor pada masing-masing pelaku menunjukkan nilai yang berdekatan (17 s.d. 25), sehingga strategi penyelesaian yang paling tepat adalah secara terpadu bekerjasama menata ruang sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan yang berlaku. Kriteria-kriteria pelaku seperti: kekuatan organisasi, kekuatan modal, kelengkapan informasi/pengetahuan, motivasi, konsistensi, dan kecepatan tindak – respons pada dasarnya tidak berbeda jauh. Oleh karena itu, masing-masing kriteria perlu dijadikan modal untuk menata ruang. Pada prinsipnya, semua bisa dijadikan kekuatan untuk melakukan penataan ruang yang lebih baik di bantaran sungai atau sempadan sungai secara terpadu. 


Posting Komentar

0 Komentar